Jalan Mana yang Kau Pilih ?

Rabu, 28 Agustus 2013

Nabi Muhammad Saw mendapatkan risalah pertama kenabiannya dimulai dengan kata "Iqra", bacalah! Pesan ilahi ini membawa manusia dari era kegelapan menuju cahaya yang terang-benderang. Kenabian Muhammad Saw menjadi fase baru pembebasan manusia dari perbudakan oleh manusia, sekaligus melepaskan ikatan rantai keburukan dengan mengikatkan diri pada sumber hakiki yaitu Allah Swt. Inilah manifestasi terbesar dari nikmat Allah Swt untuk umat manusia. Diutusnya Muhammad Saw sebagai Nabi Allah Saw bertujuan untuk menunjukkan jalan keselamatan di dunia dan akhirat bagi umat manusia. Keselamatan dan kebahagiaan ini dicapai dengan persatuan dalam lindungan payung Islam.

Dalam surat Ali Imran ayat 103, Allah Swt berfirman, "Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk." Ayat ini menyerukan kepada Muslimin untuk mengikuti kitab Allah swt dan bersatu di bawah bendera Islam, sebab persatuan merupakan jalan kemenangan di dunia, serta keselamatan dan kebahagiaan di akhirat kelak.

 

Islam sangat menjunjung tinggi persatuan, dan mengesampingkan kelebihan dari sisi fisik maupun etnis, suku maupun bangsa. Ajaran agama ilahi ini menjelaskan bagaimana keragaman sebagai sebuah karunia yang harus senantiasa disyukuri, bukan sebaliknya menjadi pemicu friksi dan pertikaian. Al-Quran surat al-Hujurat ayat 13 menjelaskan, "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."

 

Berdasarkan ayat tersebut, keutamaan manusia bukan diukur oleh kelebihan fisik maupun suku bangsa dan etnisnya, tapi berdasarkan ketakwaannya masing-masing. Ayat tersebut juga menegaskan urgensi persatuan. Saking pentingnya persatuan dalam Islam, rukun Islam yang terdiri dari lima pilar berfungsi sebagai ujian praktis bagi pengokohan spirit kolektif umat. Pilar pertama adalah syahadat, yaitu ketauhidan yang ditegaskan dalam kalimat "Tiada Tuhan Selain Allah", dan kenabian dalam kalimat "Muhammad Rasulullah". Pilar persatuan Islam berdiri di atas ketauhidan dan kepemimpinan Rasulullah saw.

 

Pilar kedua adalah shalat lima waktu yang dilakukan sejak takbiratul ihram hingga salam. Dalam Islam, shalat sangat dianjurkan dilakukan secara berjamaah dengan dipimpin oleh seorang imam. Shalat berjamaah merupakan sarana untuk menumbuhkan dan perkokoh kebersamaan dan persatuan umat.

 

Pilar ketiga adalah zakat. Selain ibadah mahdhah, ibadah langsung antara manusia dengan Tuhan, zakat juga memiliki dimensi sosial. Dengan zakat, persatuan Islam lebih kokoh karena harta tidak hanya beredar di tengah segelintir orang kaya saja, tapi juga tersebar dan dinikmati oleh kamu papa. Zakat meningkatkan solidaritas dan kesetiakawanan sosial antarsesama muslim yang mengokohkan persatuan Islam.

 

Selain zakat, pilar keempat yaitu puasa juga memiliki dimensi sosial yang berperan besar bagi penguatan persatuan umat. Puasa menumbuhkan perasaan empati dan kesetiakawanan sosial dalam diri manusia. Imam Shadiq berkata, "Puasa diwajibkan supaya tercipta kesetaran antara orang fakir dan orang kaya. Hal ini dilakukan supaya orang-orang kaya merasakan lapar dan menunaikan hak-hak orang fakir; karena orang-orang kaya biasanya apa pun yang diinginkan selalu tersedia. Allah Swt menghendaki supaya di antara hambanya, tercipta kesetaraan dan menjadikan orang-orang kaya merasakan lapar, luka dan sakit sehingga mereka mengasihi orang-orang lemah dan lapar."

 

Pilar kelima adalah haji. Dimensi sosial ibadah haji adalah kesetaraan, pengorbanan, solidaritas dan kebersamaan umat Islam dalam payung ibadah haji yang dijalankan di tanah suci Mekah.

 

Setelah Rasulullah Saw wafat, umat Islam menghadapi berbagai masalah. Salah satunya yang terbesar adalah api friksi di tubuh Muslimin sendiri yang merobek keutuhan persatuan Islam. Sebagian kelompok tidak mengindahkan perintah kitab ilahi dan tidak mengikuti pesan Rasulullah Saw. Ketika itu, fanatisme suku muncul kembali. Ikatan persatuan yang telah dijalin di masa Rasulullah Saw mulai koyak dan orang-orang Kafir semakin menunjukkan penentangannya terhadap Islam. Mereka telah mengabaikan seruan al-Quran surat an-Nisa ayat 115, yang mengungkapkan, "Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali."

 

Imam Ali bin Abi Thalib dalam  Nahjul Balaghah khutbah 87 dengan indah mengungkapkan, "Orang-orang hendak kemana ! Mengapa menyimpang dari jalan kebenaran ? Bendera kebenaran berkibar dan tanda-tandanya jelas. Ketika obor ada di tangan menerangi jalan, mengapa kalian pergi seperti orang-orang yang tersesat ? Mengapa bingung ? padahal Ahlul Bait Rasulullah berada di antara kalian. Mereka adalah para pemegang kebenaran, penjaga agama, bahasa kebenaran dan orang-orang yang benar. Maka, berikanlah kedudukan Qurani terbaik kepadanya. Dan kalian segera menemui mereka seperti orang-orang dahaga mencari air." 

 

Berdasarkan pandangan Imam Ali tersebut, jalan menuju kebahagiaan sangat jelas dan terang benderang. Rasulullah Saw telah menunjukkan jalan keselamatan bagi umat manusia. Berbagai hadis Nabi, baik dari riwayat Sunni maupun Syiah menegaskan peran Ahlul Bait Rasulullah sepeninggal Nabi Muhammad Saw sebagai petunjuk jalan bagi umat Islam. Dalam hadis Tsaqalain, Rasulullah Saw bersabda, "Sesungguhnya aku meninggalkan dua pusaka yang sangat berharga, yaitu: Kitabullah (al-Quran) dan Ahlulbaitku. Selama kalian berpegang teguh kepada keduanya, niscaya kalian tidak akan sesat selamanya."

 

Hadis Rasulullah Saw ini menegaskan bahwa petunjuk dan keselamatan manusia karena mengikuti al-Quran dan Ahlul Bait, dan mengamalkan ajarannya. Dalam Al-Quran Surat An-Nisa ayat 59, Allah Swt berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."

 

Berdasarkan ayat ini, ketaatan kepada Allah swt diwujudkan dalam ketaatan Rasulullah saw. Ketaatan kepada Ulil Amri yang dimaksud dalam ayat ini adalah Imam Maksum yang memiliki kriteria laksana Nabi, seperti maksum dari dosa dan kesalahan. Di sisi lain, al-Quran menjelaskan posisi penting Ahlul Bait dalam surat Ash Shura ayat 23  yang berbunyi,"Katakanlah: "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali mencintai keluarga". Dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.

 

Lembaran sejarah membuktikan peran Ahlul Bait dalam menjaga ajaran Islam dari penyimpangan, sekaligus kiprah mereka dalam menjaga dan mengokohkan persatuan umat Islam. Lalu jalan mana yang kita pilih selain Ahlul Bait Nabi ?(IRIB Indonesia)

Artikel Terkait Lainnya :