Peran Perempuan Dalam Islam

Senin, 15 April 2013

Imam Ali as menukil hadis dari Rasulullah Saws mengatakan, "Seseorang tidak akan menghormati kaum perempuan, kecuali jika orang tersebut berjiwa besar dan mulia. Dan seseorang tidak akan merendahkan kaum perempuan, kecuali jika orang itu berjiwa rendah dan hina." Berkenaan dengan ibu, yang tak lain adalah perempuan, beliau berkata, "Betapa pun seorang anak berbakti kepada ibunya, ia tidak akan mampu menebus satu hari saja dari masa kehamilannya."

Ayatullah Udzma Sayid Ali Khamenei mengatakan, "Islam bukan hanya membolehkan perempuan bekerja, bahkan bisa jadi penting selama tidak mengganggu peran utamanya mendidik anak dan menjaga keluarga. Sebuah negara membutuhkan tenaga kerja perempuan di berbagai bidang. Tapi peran itu tidak boleh bertentangan dengan kehormatan nilai-nilai spiritualitas dan kemanusiaan perempuan..".

Dalam pandangan Islam perempuan memiliki kedudukan yang sama dibandingkan dengan laki-laki. Dari sudut penciptaan, kemuliaan, dan hak mendapatkan balasan atas amal usahanya perempuan memiliki kesetaraan dengan laki-laki. Islam telah membuktikan, agama yang dibawa Nabi Muhammad saww sangat memuliakan kaum perempuan. Islam tak membedakan laki-laki dan perempuan, kecuali ketakwaan masing-masing kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Dalam Islam terdapat perempuan-perempuan yang patut dijadikan contoh karena keutamaan dan kemuliaan meraka. merka adalah perempaun-perempuan ahlulbayt nabi  yaitu: Sayidah Fathimah Zahra as, putri Nabi, Sayidah Zainab Kubra dan Fathimah Maksumah. Ketiga wanita suci ini terkenal karena ketakwaan, ibadah, keluasan ilmu dan akhlaknya. Mereka menjadi teladan bagi umat Islam sepanjang sejarah.

Agar lebih jelas perlu diketahui deskripsi Islam tentang kedudukan kaum perempuan, ada tiga persepktif yang patut diperhatikan.

Pertama, peran perempuan sebagai manusia yang menjalani perfeksi spiritual. Dari aspek ini, perempuan sama sekali tidak berbeda dengan laki-laki. Dalam sejarah, tak kurang tokoh besar yang berasal dari kaum hawa sebagaimana tokoh dari kaum adam.

Kedua, peran perempuan di bidang sosial, politik, ekonomi dan sains. Dalam pandangan Islam, semua pintu di bidang-bidang ini terbuka lebar bagi kaum perempuan. Syariat Islam tidak membenarkan siapapun melarang perempuan terlibat di dunia akademi, ekonomi, politik dan sosial. Perempuan boleh berpartisipasi di semua bidang ini sejauh kemampuan fisik dan kebutuhannya. Syariat tidak mengharamkan partisipasi perempuan. Hanya saja, karena secara fisik perempuan lebih lemah daripada laki-laki maka ada ketentuan-ketentuan khusus menyangkut perempuan. Pelimpahan pekerjaan berat terhadap perempuan dinilai sebagai tindakan zalim. Islam tidak menganjurkan dan tidak melarang perempuan bekerja berat. Dalam sebuah hadits disebutkan;
اَلْمَرْأَةُ رَيْحَانَةٌ وَ لَيْسَتْ بِقَهْرَمَانَةٍ

“Perempuan adalah bunga dan bukan pelayan.” 

Ungkapan ini ditujukan kepada kaum laki-laki bahwa perempuan dalam rumah tangga adalah ibarat bunga yang harus diperlakukan dengan lemah lembut. Perempuan bukanlah bawahan atau pelayan yang dapat diserahi pekerjaan-pekerjaan berat. Salah jika pria menentukan syarat, misalnya, terhadap perempuan supaya bekerja dan berpenghasilan untuk dapat dinikahinya. Karena meskipun tidak mengharamkan, Islam tidak menganjurkan demikian. Tidak benar anggapan bahwa syariat melarang perempuan terlibat di bidang ekonomi dan sosial. Yang benar adalah bahwa Islam hanya tidak menganjurkan perempuan ditekan supaya bekerja keras di bidang ekonomi, sosial dan politik. Islam bersikap moderat. Artinya, Islam tidak melarang perempuan terlibat dalam bidang-bidang tersebut selagi memiliki kesempatan, berminat dan pekerjaan itu tidak mengusik kewajibannya merawat dan mendidik anak. Islam hanya melarang pemaksaan perempuan supaya bekerja dan mendapat penghasilan agar ikut andil dalam membiayai pengeluaran rumah tangga.

Ketiga, aspek status perempuan sebagai anggota rumah tangga. Aspek ini lebih penting daripada yang lain. Islam tidak membolehkan suami memaksakan sesuatu kepada isterinya. Demi hikmah dan maslahat, Islam membatasi hak dan kewenangan suami. Siapapun pasti akan respek terhadap ketentuan ini jika ketentuan ini terdeskripsikan dengan baik. Isteripun juga dibatasi haknya demi maslahat. Suami dan isteri masing-masing memiliki karakter, perilaku dan naluri yang berbeda satu sama lain. Jika perbedaan karakter ini tersalurkan dengan benar dalam rumah tangga, maka suami dan isteri akan menjadi pasangan yang sempurna, sinergis dan harmonis. Jika suami atau isteri bersikap sewenang-wenang, keseimbangan rumah tangga akan kacau. Dalam pandangan Islam, pasangan laki-laki dan perempuan ibarat dua sisi pintu, sepasang mata, dua benteng pertahanan dalam perjuangan hidup atau dua mitra dalam sebuah usaha. Namun, masing-masing memiliki bawaan dan karakter yang berbeda, baik secara fisik maupun mental dan naluri. Jika dua manusia yang berbeda jenis ini hidup berdampingan sesuai ketentuan yang diajarkan Islam maka rumah tangga akan langgeng, harmonis, penuh berkah dan produktif.

Islam menempatkan setiap manusia pada posisi dan martabat sejati masing-masing, termasuk mereka yang dipekerjakan secara sewenang-wenang, terutama perempuan, oleh orang-orang yang memiliki kekuatan, baik fisik maupun dana. Dalam beberapa hal, perempuan bahkan disejajarkan dengan laki-laki sebagaimana disebutkan dalam firman Ilahi;
 إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا.

Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS.33.35)

Islam mengajarkan kesetaraan antara muslimin dan muslimat, hamba laki-laki dan perempuan. Islam menyejajarkan perempuan dengan laki-laki dalam hal derajat spiritual dan martabat kemanusiaan. Allah SWT juga berfirman:
 مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS.16.97)

Dalam beberapa hal lagi, Islam bahkan lebih mengutamakan perempuan daripada laki-laki. Contohnya, seorang anak lebih diutamakan berbakti kepada ibunya daripada ayahnya. Ibu memiliki hak yang lebih besar atas anaknya, dan anak memikul kewajiban yang lebih besar untuk berbakti kepada ibunya daripada kepada ayahnya. Seseorang pernah bertanya kepada Rasulullah; “Kepada siapa saya harus berbakti?” Rasul menjawab; “Ibumu.” Orang itu bertanya sampai tiga kali, dan Rasul tetap memberikan jawaban yang sama. Baru ketika orang itu mengulangi pertanyaan tersebut sampai empat kali, Rasul menjawab; “Ayahmu.” Dengan demikian, dari sisi kekeluargaan dan hubungan orang tua dengan anaknya, perempuan memiliki hak yang lebih besar. Namun, pembedaan ini bukan karena Allah SWT menghendaki pengutamaan suatu golongan atas golongan lainnya begitu saja, melainkan karena jerih payah perempuan lebih besar daripada laki-laki. Inilah keadilan Ilahi.

Dalam soal hartapun Islam juga menetapkan ketentuan yang seimbang dan proposional sebagaimana ketentuan hak keluargaan dan hak asuh keluarga berkenaan dengan tugas pengelolaan keluarga. Dalam semua persoalan ini, hukum Islam sangat antisipatif terhadap kezaliman atas perempuan maupun laki-laki. Laki-laki memiliki hak, perempuan juga memiliki hak. Ada neraca keseimbangan antara laki-laki dan perempuan. Hal ini tentu mudah dipahami oleh siapapun yang memiliki daya nalar dan kepekaan yang cukup. Banyak buku yang mengulas masalah ini secara detail.

Islam tidak pernah meributkan isu gender. Yang dikumandangkan Islam adalah keagungan martabat insaniah, etika kemanusiaan, aktivasi potensi manusia, penunaian tugas masing-masing manusia atau masing-masing jenis gender manusia sesuai bawaan masing-masing. Islam sangat mengindahkan perbedaan bawaan dan karakter alami antara laki-laki dan perempuan. Yang ditekankan oleh Islam adalah keseimbangan. Dengan kata lain, faktor yang harus diindahkan sepenuhnya adalah keadilan antarmanusia, termasuk antara laki-laki dan perempuan. Kesetaraan hak memang ada dan diakui oleh Islam, tapi kesetaraan tidak menutup adanya perbedaan hukum antara laki-laki dan perempuan, sebagaimana dalam banyak hal terdapat perbedaan karakter dan bawaan alamiah antara laki-laki dan perempuan. Atas dasar ini, ajaran Islam adalah ajaran yang paling realistis dan mengindahkan fakta-fakta fitrah dan bawaan alami yang ada pada laki-laki dan perempuan.

Artikel Terkait Lainnya :



0 komentar:

Posting Komentar

Diharapkan berkomentar dengan santun, jika komentar bernada hujatan, propokasi, maka kami berhak menghapus komentar anda.